Hukum Properti : RUMAH UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DAN TAPERA (penulis : N.Budi Arianto Wijaya)
Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia.Hak
untuk memiliki tempat tinggal dilindungi
oleh konstitusi yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 28H ayat (1)
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.Hak untuk mempunyai tempat tinggal juga diatur pada UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pada pasal 40 yang berbunyi “Setiap orang
berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.Pada kehidupan
masyarakat global hak untuk mempunyai tempat tinggal diatur pada Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ecosoc)
ditetapkan oleh PBB pada tahun 1966 dan mulai berlaku 1976 yang telah diratifikasi oleh Pemerintah
Indonesia dengan UU No 11 Tahun 2005. Pasal 11 Ecosoc mengatur mengenai standar hidup layak,termasuk pangan,
sandang dan papan yang memadai dan perbaikan kondisi hidup yang berkelanjutan.
Pengadaan rumah untuk
rakyat memiliki sejarah yang panjang, diawali dengan adanya kongres perumahan di Bandung Tahun 1950.Pada kongres ini wapres
Mohamad Hatta yang juga bapak perumahan
Indonesia mengungkapkan bahwa cita-cita untuk terselenggaranya kebutuhan
perumahan rakyat bukan mustahil untuk diwujudkan.Sebagai
tindak lanjut kongres, maka dibentuklah Badan Pembantu Perumahan Rakyat dan
hari pertama penyelenggaraan kongres tanggal 25 Agustus diperingati
sebagai Hari Perumahan Nasional. Berikutnya melalui SK Presiden Nomor 05
Tahun 1952, pada tanggal 25 April 1952, dibentuklah Djawatan Perumahan Rakyat
di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.
Pada masa orde baru tahun 1974 dibentuklah Badan Kebijaksanaan Perumahan
Nasional (BKPN). Badan ini berfungsi merumuskan garis-garis kebijaksanaan dan
petujuk pelakanaan bidang pengembangan dan pembinaan perumahan di samping
koordinasi dan pengawasan.Pada tahun yang sama terbentuklah Perum Perumnas dengan
Ir Radinal Moochtar sebagai Direktur Utamanya, dan menunjuk
BTN sebagai mitra untuk
memfasilitasi KPR dengan suku bunga yang bersubsidi Pada era reformasi pada tahun 2007, dicanangkan Program
Seribu Tower Rumah Susun Sederhana. Rumah itu ditujukan bagi masyarakat
berpenghasilan maksimum Rp 5,5 juta per bulan. Pada tahun 2010, lahir
program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Program FLPP ini
diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
dan masyarakat berpenghasilan menengah bawah (MBM) dalam menjangkau harga rumah
Program Sejuta Rumah
Permasalahan utama
pengadaan rumah adalah ketersediaan dan
keterjangkauan khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah(MBR).Ketersediaan dan keterjangkauan berhubungan dengan pengadaan rumah, penyediaan dana murah jangka panjang.Pada bulan April 2015
pemerintah meluncurkan Program Sejuta Rumah (PSR). Groundbreaking
dan peresmian Program Sejuta Rumah dipusatkan di Ungaran, Jawa Tengah, dan
secara serentak dilakukan di sembilan provinsi di Indonesia, pada Rabu
(29/4/2015). Kesembilan wilayah tersebut adalah Nias Utara, Jakarta, Bantaeng,
Ungaran, Tangerang, Cirebon, Malang, Kota Waringin Timur, dan Palembang.
PSR diluncurkan
berlatar belakang 11,5 juta
keluarga belum mempunyai rumah
(backlog), sudah berkeluarga tetapi belum mempunyai rumah sendiri, masih tinggal
bersama orang tua atau saudara.Berdasarkan perhitungan kementrian PUPR kebutuhan rumah setiap
tahunnya sekitar 800.000 unit. Pembangunan 1 juta unit pertahun untuk memenuhi kebutuhan tahun berjalan juga dapat mengurangi backlog.PSR
membantu mempunyai rumah dengan
kemudahan uang muka ringan
(1%),suku bunga rendah (fix 5%) dan jangka waktu panjang(20 th).
Realisasi PSR tahun 2015 terbangun 699.770 unit , 2016 terbangun 805.169
unit , 2017 terbangun 904.758 unit, 2018 terbangun 1.132.621 unit,
2019 terbangun 1.257.852 unit dan 2020 sampai Juni baru terbangun 234.619 unit dari
target 1,25 juta unit berhubung adanya pandemic (pupr.go.id).Pertumbuhan unit
rumah terbangun rentang waktu 2015-2019 berkat partisipasi semua
pihak,pemerintah pusat berperan
mempermudah regulasi dan membantu pembiayaan rumah , pemda
mempermudah proses perijian dan penyediaan lahan milik pemda ,
developer membangun rumah terjangkau,
bank menyalurkan KPR subsidi, masyarakat
melalui perijinan jika membangun rumah sehingga teregister.
Dibalik pertumbuhan
unit terbangun permasalahan klasik
keterbatasan dana belum dapat teratasi.Awal tahun 2020 backlog 7,64 juta
dan total
anggaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
backlog sebesar Rp 552,7
triliun,tetapi anggaran yang tersedia hanya
Rp 54 triliun atau 9,7% dari total kebutuhan
anggaran(pupr.go.id).Tersedianya dana
untuk mendukung PSR perlu dicari solusinya,salah satunya menggunakan prinsip kegotongroyongan seluruh masyarakat seperti BPJS
Tapera
Mewujudkan
kegotongroyongan dalam menyediakan dana murah jangka panjang pemerintah menyelenggarakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tapera amanat dari UU No 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Pemukiman dan UU No 4 Tahun 2016 tentang
Tapera.Kedua UU ini menekankan perlunya ketersediaan dana murah jangka panjang
yang berkelanjutan untuk pembiayaan pengadaan rumah. Tapera terlembaga dengan
adanya Badan Pelaksana (BP)Tapera dengan dikeluarkannya PP No 25 Tahun 2020
Tentang Penyelenggaraan Tapera.BP Tapera
bertugas mengelola dana Tapera
baik berupa pengerahan, pemupukan dan pemanfaat.Sumber dana Tapera berasal dari penyimpanan
oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya
dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan berikut hasil
pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Pada tahap awal keanggotaan Tapera berasal dari eks peserta Bapertarum yaitu kelompok pekerja ASN, BUMN, BUMD, BUMDes, TNI/POLRI.Pemberi kerja swasta diberi waktu paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP Tentang Penyelenggaraan Tapera. Komisioner BP Tapera Adi Setianto , proyeksi peserta pada tahun 2020 sebanyak 4,2 juta. tahun 2021 naik menjadi 5,3 juta. Kemudian pada tahun 2022 menjadi 7,74 juta. Jumlah kepesertaan diperkirakan meningkat pada tahun selanjutnya menjadi 10,2 juta jiwa dan menjadi 13,1 juta pada tahun 2024. Selain itu Adi juga memperkirakan total dana yang terhimpun hingga tahun 2024 sebanyak Rp 60 triliun. Rinciannya adalah pada tahun 2020 Rp 9,7 triliun,pada tahun 2021 Rp 16,89 triliun,pada tahun 2022 Rp 27,67 triliun dan menjadi Rp 41 triliun pada tahun 2023.Dana yang terhimpun diharapkan pada akhir tahun 2024 sebanyak Rp 60 triliun (kompas.com)
Pertumbuhan
kepesertaan berdampak kepada pertumbuhan dana yang terhimpun dan akan berdampak
pada pembiayaan kepemilikan rumah yang dapat dilakukan oleh tapera.Prediksi
dana terhimpun dalam satu tahun pada tahun 2024 sudah melebihi anggaran
pemerintah tahun 2020 saat untuk PSR.
Artinya dana yang terhimpun melalui tapera apabila disalurkan untuk pembiayaan akan
bisa untuk mengakselerasi pengurangan angka backlog. Dana tapera berasal dari
iuran peserta sebesar 3 %, dengan rincian 2,5% pembayaran oleh peserta dan 0,5%
oleh pemberi kerja. Perlu menggerakan pemberi kerja dan masyarakat untuk
mengikuti tapera sebagai kegorongroyonyan nasional bersama-sama
dan saling menolong antarpeserta dalam menyediakan dana murah jangka panjang
dalam rangka memenuhi
kebutuhan perumahan
yang layak dan terjangkau bagi Peserta.Bagi peserta yang sudah memiliki tempat
tinggal maka keikutsertaannya sebagai peserta tapera selain wujud
kegotongroyongan nasional juga sebagai tabungan untuk hidup dihari mendatang
selain Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun pada
program BPJS Ketenagakerjaan
Sumber :
UU No 4 Tahun 2016 Tentang Tapera
PP No No 25 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Tapera
Kompas.com
Wikipedia
Pupr.go.id
Komentar
Posting Komentar