PPJB/PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI (penulis : N.Budi Arianto Wijaya)

PPJB (Perjanjian Pendahuluan Jual Beli) untuk rumah tapak diatur pada Pasal 42 UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan  Kawasan Pemukiman, PPJB untuk rumah susun diatur pada Pasal 43 UU No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.Peraturan pelaksana kedua pasal UU tersebut diatur dengan Permen PUPR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem PPJB .

UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja mengubah ketentuan mengenai persyaratan PPJB yang ada pada UU No 1 Tahun 2011 dan UU No 20 Tahun 2011 yaitu mengenai syarat dapat memasarkan rumah tapak dan rumah susun yang masih dalam proses pembangunan dengan sistem PPJB. Tulisan mengenai PPJB ini telah disesuaikan dengan ketentuan yang ada pada Undang-Undang Cipta Kerja.

 

A.  Beberapa Pengertian Dasar

 

1. Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku  pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli sebelum ditandatangani akta jual beli.

2.  Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.

3. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

4. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama

5.  Satuan Rumah Susun yang selanjutnya disebut Sarusun adalah unit Rumah Susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

6.  Pemasaran adalah kegiatan yang direncanakan pelaku pembangunan untuk memperkenalkan, menawarkan, menentukan harga, dan menyebarluaskan informasi tentang rumah atau perumahan dan satuan rumah susun atau rumah susun yang dilakukan oleh pelaku pembangunan pada saat sebelum atau dalam proses sebelum penandatanganan PPJB.

 

B.   Pemasaran Rumah Saat Proses Pembangunan dan Sebelum Dibangun

 

Pelaku pembangunan dapat melakukan Pemasaran Rumah tunggal atau Rumah deret pada saat dalam tahap proses pembangunan(diatur pada pasal 42 UU No 1 Tahun 2011 cq pasal  4 Permen PUPR No 11 Tahun 2019  )dan  Pelaku pembangunan dapat melakukan Pemasaran Rumah Susun sebelum pembangunan dilaksanakan (diatur pada pasal 43 UU No 20 Tahun 2011  cq  pasal 4 Permen PUPR No 11 Tahun 2019).Pemasaran  harus memuat informasi Pemasaran yang benar, jelas, dan menjamin kepastian informasi mengenai perencanaan dan kondisi fisik yang ada yang berupa :

a.     kepastian peruntukan ruang

dibuktikan dengan surat keterangan rencana kabupaten/kota yang sudah disetujui Pemerintah Daerah.

b.    kepastian hak atas tanah

Dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah atas nama pelaku pembangunan atau sertipikat hak atas tanah atas nama pemilik tanah yang dikerjasamakan dengan pelaku pembangunan.

Dalam hal hak atas tanah masih atas nama pemilik tanah yang dikerjasamakan dengan pelaku pembangunan , pelaku pembangunan harus menjamin dan menjelaskan kepastian status penguasaan tanah.

c.     kepastian status penguasaan Rumah

diberikan oleh pelaku pembangunan dengan menjamin dan menjelaskan mengenai bukti penguasaan yang akan diterbitkan dalam nama pemilik Rumah yang terdiri atas:

1.status sertipikat hak milik, sertipikat hak guna bangunan, dan sertipikat hak pakai untuk Rumah tunggal atau Rumah deret, dan

2.sertifikat hak milik atas Sarusun atau sertifikat kepemilikan bangunan gedung Sarusun untuk Rumah Susun yang ditunjukkan berdasarkan pertelaan yang disahkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau Pemerintah Daerah Provinsi khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

 d. perizinan pembangunan perumahan atau Rumah Susun

Perizinan pembangunan perumahan pada Rumah tunggal, Rumah deret atau Rumah Susun  dibuktikan dengan surat ijin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan.

Persyaratan sudah adanya IMB ini dengan Undang-Undang Cipta Kerja  diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung.Terminologi  Persetujuan Bangunan Gedung terdapat pada pasal-pasal UU Cipta Kerja yang merubah UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman,UU Rumah Susun dan juga UU Bangunan Gedung untuk menggantikan persyaratan IMB. Pada UU Cipta Kerja tidak terdapat pengertian dari Persetujuan Bangunan Gedung.Pengertian Persetujuan Bangunan Gedung terdapat pada PP No 16 Tahub 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

Pasal 1 butir 17 PP No16 Tahun 2021 memberikan pengertian  Persetujuan Bangunan Gedung(PBG) yaitu adalah perijinan yang diberikan kepada pemilik Bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat Bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan Gedung.

e. jaminan atas pembangunan perumahan atau Rumah Susun dari lembaga penjamin.

Jaminan atas pembangunan perumahan pada Rumah tunggal, Rumah deret atau Rumah Susun dari lembaga penjamin dibuktikan pelaku pembangunan berupa surat dukungan bank atau bukan bank.

 

Pengawasan terhadap persyaratan Pemasaran  dilakukan oleh perangkat daerah yang membidangi perumahan dan kawasan permukiman Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau Pemerintah Daerah provinsi khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Informasi Pemasaran  disampaikan kepada masyarakat dengan memuat paling sedikit:

a.   nomor surat keterangan rencana kabupaten/kota

b. nomor sertipikat hak atas tanah atas nama pelaku pembangunan atau pemilik tanah yang dikerjasamakan dengan pelaku pembangunan.Dalam hal sertipikat hak atas tanah merupakan hak guna bangunan di atas hak atas tanah lainnya, harus mencantumkan nomor perjanjian antara pemegang hak atas tanah lainnya dengan pemegang hak guna bangunan.

c.     surat dukungan dari bank/bukan bank

d. nomor dan tanggal pengesahan untuk pelaku pembangunan berbadan hukum atau nomor identitas untuk pelaku pembangunan orang perseorangan serta identitas pemilik tanah yang melakukan kerja sama dengan pelaku pembangunan

e. nomor dan tanggal penerbitan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan

f.      rencana tapak perumahan atau Rumah Susun

g. spesifikasi bangunan dan denah Rumah atau gambar bangunan yang dipotong vertikal dan memperlihatkan isi atau bagian dalam bangunan dan denah Sarusun

h.    harga jual Rumah atau Sarusun

i.  informasi yang jelas mengenai prasarana, sarana, dan utilitas umum yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan

j.  informasi yang jelas mengenai bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama untuk pembangunan Rumah Susun.

2.    Penyampaian informasi Pemasaran  dilakukan melalui:

a.media cetak dapat berupa brosur, selebaran, spanduk, iklan di media massa.

b.media elektronik  berupa iklan dengan menggunakan sistem elektronik.

Pelaku pembangunan menjelaskan kepada calon pembeli mengenai materi muatan PPJB.Penjelasan kepada calon pembeli ) dilakukan pada saat Pemasaran.Dalam hal tanah dan/atau bangunan menjadi agunan, pelaku pembangunan menjelaskan kepada calon pembeli.

Pembayaran yang dilakukan oleh calon pembeli kepada pelaku pembangunan pada saat Pemasaran menjadi bagian pembayaran atas harga Rumah.Pelaku pembangunan yang menerima pembayaran pada saat Pemasaran  harus menyampaikan informasi mengenai:

a.     jadwal pelaksanaan pembangunan

b.    jadwal penandatanganan PPJB dan akta jual beli

c.     jadwal serah terima Rumah.

Pelaku pembangunan dapat melakukan kerja sama dengan agen Pemasaran atau penjualan untuk melakukan Pemasaran.Pelaku pembangunan bertanggung jawab atas informasi Pemasaran dan penjelasan kepada calon pembeli yang disampaikan agen Pemasaran atau penjualan.

Calon pembeli dapat membatalkan pembelian Rumah tunggal, Rumah deret atau Rumah Susun apabila pelaku pembangunan pada saat menerima pembayaran lalai   menyampaikan informasi mengenai jadwal pelaksanaan pembangunan dan jadwal penandatanganan PPJB dan akta jual beli.Apabila calon pembeli membatalkan pembelian Rumah tunggal, Rumah deret atau Rumah Susun  seluruh pembayaran yang diterima pelaku pembangunan harus dikembalikan sepenuhnya kepada calon pembeli.

Dalam hal pembatalan pembelian Rumah tunggal, Rumah deret atau Rumah Susun pada saat Pemasaran oleh calon pembeli yang bukan disebabkan oleh kelalaian pelaku pembangunan, maka pelaku pembangunan mengembalikan pembayaran yang telah diterima kepada calon pembeli dengan dapat memotong 10% (sepuluh persen) dari pembayaran yang telah diterima oleh pelaku pembangunan ditambah atas biaya pajak yang telah diperhitungkan.

Pembatalan  disampaikan secara tertulis,pengembalian pembayaran  dalam hal terdapat sisa uang pembayaran setelah diperhitungkan dengan pemotongan   dilaksanakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat pembatalan ditandatangani.

Dalam hal pengembalian pembayaran dalam jangka waktu yang sudah ditentukan tidak terlaksana, pelaku pembangunan dikenakan denda sebesar 1‰ (satu per-mil) per-hari kalender keterlambatan pengembalian dihitung dari jumlah pembayaran yang harus dikembalikan.

C.  Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB)

PPJB dilakukan setelah pelaku pembangunan memenuhi persyaratan kepastian atas:

a. status kepemilikan tanah  dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah yang diperlihatkan kepada calon pembeli pada saat penandatanganan PPJB.

b.    hal yang diperjanjikan, paling sedikit terdiri atas :

1. kondisi Rumah

2, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang menjadi informasi pemasaran

3. penjelasan kepada calon pembeli mengenai materi muatan PPJB

4. status tanah dan/atau bangunan dalam hal menjadi agunan kepemilikan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan

c.     kepemilikan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan

Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan disampaikan salinan sesuai asli kepada calon pembeli pada saat penandatanganan PPJB.

d.ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dibuktikan dengan :

1. terbangunnya prasarana paling sedikit jalan dan saluran pembuangan air hujan/drainase

2. lokasi pembangunan sarana sesuai peruntukan

3. surat pernyataan pelaku pembangunan mengenai tersedianya utilitas umum berupa sumber listrik dan sumber air.

Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk Rumah Susun dibuktikan dengan surat pernyataan dari pelaku pembangunan mengenai ketersediaan tanah siap bangun di luar tanah bersama yang akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau Pemerintah Daerah Provinsi khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

e. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) sesuai dengan hasil laporan dari konsultan pengawas pembangunan atau konsultan manajemen konstruksi. dibuktikan dengan :

1. untuk Rumah tunggal atau Rumah deret keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh jumlah unit Rumah serta ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dalam suatu perumahan yang direncanakan

2. untuk Rumah Susun keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari volume konstruksi bangunan Rumah Susun yang sedang dipasarkan.

PPJB dilakukan sebagai kesepakatan jual beli antara pelaku pembangunan dengan calon pembeli pada tahap proses pembangunan Rumah.PPJB  paling sedikit memuat:

a.     identitas para pihak

b.    uraian objek PPJB

c.     harga Rumah dan tata cara pembayaran

d.    jaminan pelaku pembangunan

e.     hak dan kewajiban para pihak

f.      waktu serah terima bangunan

g.     pemeliharaan bangunan

h.    penggunaan bangunan

i.       pengalihan hak

j.       pembatalan dan berakhirnya PPJB

k.    penyelesaian sengketa.

Calon pembeli berhak mempelajari PPJB sebelum ditandatangani paling kurang 7 (tujuh) hari kerja.PPJB ditandatangani oleh calon pembeli dan pelaku pembangunan yang dibuat di hadapan notaris.

Dalam hal pembatalan pembelian Rumah setelah penandatanganan PPJB karena kelalaian pelaku pembangunan maka seluruh pembayaran yang telah diterima harus dikembalikan kepada pembeli.Dalam hal pembatalan pembelian Rumah setelah penandatanganan PPJB karena kelalaian pembeli maka:

a.     jika pembayaran telah dilakukan pembeli paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, keseluruhan pembayaran menjadi hak pelaku pembangunan; atau

b.    jika pembayaran telah dilakukan pembeli lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, pelaku pembangunan berhak memotong 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi.

 

 

 

Sumber :

UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman

UU No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

PP No 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan 

Permen PUPR Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem PPJB Rumah






Komentar